Selasa, 29 November 2011

A.M. Lilik Agung


AKU MEMBERI! AKU MENDAPAT

Nama paroki itu Santa Helena. Berlokasi di daerah Tangerang dan masuk wilayah Keuskupan Agung Jakarta. Pada Januari 2012 lusa, Paroki Santa Helena genap berusia lima tahun. Sebuah usia yang pantas disebut belia. Walaupun berusia belia, Paroki Santa Helena sudah menunjukkan diri sebagai salah satu Paroki yang memberi kontribusi signifikan, tidak saja bagi umatnya, namun juga Keuskupan Agung Jakarta, bahkan Indonesia.

Berlokasi di wilayah prestisius Lippo Karawaci, Paroki Santa Helena sering disebut dengan paroki “kaya.” Sebutan ini muncul karena umatnya yang berasal dari Lippo Karawaci merupakan golongan masyarakat kelas atas. Tak heran apabila setiap misa, halaman gereja yang luas tidak mampu menampung ratusan mobil yang dijadikan sarana utama transportasi umatnya.

Pada usia menjelang lima tahun, Paroki Santa Helena sedang membangun gedung pastoran sekaligus gedung pertemuan. Tepat disamping gereja, kelak gedung pastoran ini akan menjadi gedung megah lagi indah. Seperti dengan paroki-paroki lain yang sedang membangun gereja ataupun pastoran, Paroki Santa Helena membutuhkan banyak dana. Aneka kegiatan dihelat untuk mencari sumber pendanaan ini.

Dalam konteks ini, Paroki Santa Helena layak diapresiasi. Di tengah dirinya sendiri jungkir balik menghimpun dana, tetap saja Paroki Santa Helena terbuka untuk berbagi dengan paroki atau lembaga gereja lain. Menjadi sebuah kejadian yang biasa manakala hampir setiap minggu paroki atau organisasi gereja yang tidak hanya sebatas Keuskupan Agung Jakarta namun lintas Keuskupan, mencari dana di Paroki Santa Helena. Mulai dari pembangunan gereja, panti asuhan, sekolah (pendidikan), hingga bencana alam. Bergantian mereka menghimpun dana di Paroki Santa Helena.

Saya belum pernah bertanya kepada Romo Heri Kartono OSC, Romo Kepala sekaligus penulis produktif majalah Hidup, menyoal fenomena ini. Yang ada dalam logika saya, para Romo dan anggota Dewan Paroki di Paroki Santa Helena mempraktikkan ajaran gereja dengan paripurna. Sederhananya, ajaran Gereja menuturkan jika kamu memberi, kamu akan mendapat. Semakin banyak memberi berbanding lurus dengan semakin banyak mendapat. Tanpa segan Paroki Santa Helena melalui umatnya membuka diri untuk berbagi kepada berbagai pihak yang bermaksud menghimpun dana disini.

Apakah umat yang dibombardir aneka sumbangan merasa jenuh, jengah dan jumpalitan atas kejadian ini? Ternyata tidak. Walaupun saya bukan umat Paroki Santa Helena, merasakan sendiri kehadiran umat justru semakin meningkat. Gedung gereja yang luas dipastikan tidak mampu menampung umat yang mengikuti misa kudus.

Apa yang terjadi di Paroki Santa Helena banyak pula dilakukan oleh paroki-paroki “kaya” yang ada di kota-kota besar di Indonesia. Walaupun sudah banyak, tetap saja kalah banyak dibanding dengan paroki-paroki ‘kaya’ dalam memperlakukan paroki atau lembaga gereja lain yang ingin menghimpun dana. Pengalaman saya dalam kegiatan karitatif di mana memerlukan bantuan gereja paroki untuk menghimpun dana, menghadapi hadangan tembok tebal, entah tembok itu dibangun oleh romo kepala atau birokrasi paroki yang tidak kalah ruwet dibanding birokrasi pemerintah Indonesia. Dengan berbagai alasan yang kadang masuk akal namun kadang jauh dari logika akal, banyak paroki menolak permohonan pihak lain.

Menghimpun dana dari sebuah paroki memang tidak diatur dengan ketat oleh Keuskupan. Intinya, pastor dan dewan paroki memiliki otonomi mutlak untuk memilih kelompok-kelompok mana yang memiliki peluang untuk menghimpun dana. Namun berbasis pada Gereja di Paroki Santa Helena, mengendurkan aturan dan membabat birokrasi yang rumit jauh lebih bijak ketimbang membangun tembok tebal atas nama melindungi umat dari gempuran permintaan sumbangan.

Tradisi menyumbang dan berbagai kegiatan sosial maupun karitatif sudah berlangsung lama pada lingkungan Gereja. Umat dengan kesadaran tinggi memiliki nurani untuk berbagi kepada sesamanya. Apalagi jika sesama itu anggota Gereja. Tak ayal umat dengan sukarela merogoh koceknya.

Pun bagi gereja sebuah paroki. Gereja tidak akan rugi ataupun ‘bangkrut’ jika umatnya banyak berderma pada organisasi lainnya. Umat juga tidak merasa tertekan dengan aneka sumbangan, karena sifat sumbangan ini sukarela. Bahkan terlihat umat berbondong-bondong menyumbang, tidak peduli berapa besar sumbangan itu.

Aku memberi maka aku mendapat, menjadi bahan homili yang sering dibawakan oleh para romo dengan berbagai versi. Homili ini akan menemukan relevansi manakala umat yang mendengar homili ini mempraktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Pun relevansi ini tambah berbobot apabila terjadi pada lingkungan paling dekat, yaitu gereja. Sudah pantas apabila gereja membuka diri untuk berbagi kepada sesama anggota gereja. Paroki Santa Helena sudah mempraktikkan. Bagaimana dengan gereja Anda? (dimuat di Majalah HIDUP edisi 20 November 2011).

A.M. Lilik Agung

lilik@highleap.net

Senin, 29 Agustus 2011

Pemberkatan Rumah (St.Helena, KAJ)




Rekor Pemberkatan Rumah

Pemberkatan Rumah merupakan salah satu tradisi yang sudah ada sejak awal kristianitas. Bahkan, dalam Perjanjian Lama, kebiasaan memberkati rumah sudah ada. (Kej 39: 5….”Tuhan memberkati rumah orang Mesir itu karena Yusuf……”. 2Samuel 6:11…”Tuhan memberkati Obed-Edom dan seisi rumahnya”). Dalam agama lain, tradisi pemberkatan rumah juga dikenal. Sekurang-kurangnya agama Hindu dan Budha memiliki kebiasaan ini.

Di masa lalu, pemberkatan rumah dikaitkan secara nyata dengan fungsi eksorsisme atau pengusiran roh-roh jahat. Namun beberapa tahun terakhir (khususnya sejak Konsili Vatikan II) fungsi eksorsisme tidak lagi terlalu ditekankan, kendati tetap ada.

Untuk pemberkatan rumah, air yang digunakan biasanya dicampuri dengan garam. Air berkat yang dicampuri garam dipercaya dapat menghilangkan hal-hal yang buruk, termasuk roh-roh jahat. Kebiasaan ini bersumber dari tradisi lama. Kita dapat menjumpainya dalam Kitab 2 Raja 2: 19-22. Tuhan memerintahkan nabi Elisa untuk mencampurkan garam ke dalam air sehingga air tersebut terbebas dari segala pengaruh buruk.

Cara pemberkatan rumah bisa saja beragam. Di tanah Karo, Sumatera Utara, misalnya, pemberkatan rumah (mengket rumah mbaru) dilaksanakan pagi hari, sebelum matahari terbit. Tuan rumah, pastor bersama umat, termasuk pernanden, mengadakan prosesi dari tempat tinggal yang lama menuju rumah baru yang akan diberkati. Di daerah lain, khususnya perkotaan, acara pemberkatan rumah biasanya diadakan malam hari, sepulang orang dari kerja.

Kendati waktu dan cara bisa berbeda, pemberkatan rumah memiliki tujuan yang sama. Lewat pemberkatan, kita mengundang Tuhan untuk tinggal di rumah kita. Kita juga memohon agar Tuhan berkenan menjaga serta melindungi rumah seisinya dari segala bahaya dan gangguan.

Di Paroki Santa Helena, Curug, tradisi pemberkatan rumah biasa juga dilakukan. Hampir setiap warga baru biasanya meminta pastor memberkati rumah mereka. Ada banyak pemukiman baru di wilayah paroki St.Helena. Karenanya, tidak jarang tenaga imam yang tersedia tidak mencukupi. Untuk mengatasi hal ini, beberapa lingkungan/ wilayah berinisiatif mengadakan pemberkatan rumah massal. Wilayah Ubud misalnya, belum lama ini mengundang pastor paroki untuk memberkati 7 rumah sekaligus. Namun rekor terbanyak dipegang lingkungan St.Antonius Padua, Saribumi. Baru-baru ini, lingkungan yang diketuai bapak Yanuarius Taweru mengundang pastor paroki untuk memberkati 13 rumah sekaligus. Untunglah semuanya berada di lokasi yang berdekatan, yaitu di Perumahan Puri Nusa. Untuk keperluan itu, pengurus lingkungan menyediakan satu drum air plus beberapa botol air mineral. Dengan berseloroh pastor paroki berkata: “Ini air untuk memberkati rumah atau untuk mandi??”. (Foto2 dari Pak Benny Sugiarto)

Heri Kartono, OSC

Sabtu, 20 Agustus 2011

Arah Dasar Keuskupan Agung Jakarta (KAJ)



SEPERTI PEMAIN BOLA DI BRASIL

Menarik bila kita membandingkan pemimpin bangsa yang pernah kita miliki. Bung Karno, amat populer karena pandai menggerakkan orang dengan pidatonya yang berapi-api. Ia seorang tokoh yang penuh kharisma. Namun, Bung Karno dianggap tidak memiliki system yang jelas. Sebaliknya Suharto, bila ia berpidato, orang lebih memililih mematikan radionya. Suharto seperti yang gagap bila harus berorasi. Meski demikian, ia dianggap memiliki program yang jelas. Pelita atau Pembangunan Lima Tahun adalah salah satu yang dihasilkan pada era pemerintahannya. Pemimpin yang lain, Habibi, Megawati dan Gus Dur, masing-masing memiliki gaya tersendiri. Bagaimana dengan kepemimpinan SBY? Silahkan anda menilainya sendiri.

Sosok pemimpin amat penting bagi suatu kelompok. Pemimpin yang mempunyai visi yang jelas dan inspiratif, mampu membawa orang yang dipimpinnya menuju cita-cita bersama yang mulia. Hal yang sama berlaku di lingkungan Gereja. Kemana umat dan Gereja akan melangkah maju, sebagian ditentukan oleh pemimpinnya. Dalam rangka itu, Uskup kita, Mgr.Ign.Suharyo Pr telah mencanangkan Arah Dasar Keuskupan Agung Jakarta (Ardas KAJ) untuk jangka waktu lima tahun ke depan (2011-2015).

Ardas KAJ yang diumumkan Paskah 2011 yang lalu, pada intinya memuat tiga pilar utama. Pertama, Ardas mengajak kita memperdalam iman akan Yesus Kristus. Iman kepada Kristus diyakini melandasi segala tindakan konkrit kita. Kedua, Ardas mengajak kita bersama membangun persaudaraan sejati. Sejatinya, Gereja tidak mengenal pembedaan ras, suku atau apapun. Kita semua adalah anak-anak Allah. Oleh sebab itu, persaudaraan sejati adalah amat Kristiani… Ketiga, Ardas mendorong kita untuk terlibat dalam pelayanan kasih di tengah masyarakat. Gerak langkah kita tidak hanya berlaku untuk kalangan kita sendiri melainkan juga untuk masyarakat di sekitar kita. Ardas menyadarkan bahwa kita adalah bagian dari masyarakat luas. Ketiga pilar Ardas tersebut tidaklah berdiri sendiri melainkan merupakan satu kesatuan.

Apa sih perlunya Ardas? Pertanyaan seperti ini bisa saja muncul di benak kita. Mungkin ilustrasi berikut ini dapat membantu kita menjawab pertanyaan tsb. Di Tangerang ada banyak lapangan sepak bola. Di Brasil juga. Kondisi lapangan bisa sama persis, demikian juga aturan permainan-nya. Namun, mengapa di Brasil dapat tercipta pemain-pemain kaliber internasional sementara di Tangerang tidak? Nampaknya di Brasil ada hal yang menggerakan, mendorong dan membakar hati orang sehingga mereka mampu berprestasi maksimal. Itulah yang membedakan. Diharapkan, Ardas juga mampu menggerakkan, mendorong dan membakar hati kita untuk secara maksimal mengembangkan hidup kristiani kita.

Agar Ardas sungguh menjiwai hati setiap umat, pertama-tama perlu adanya sosialisasi. Kita semua, tanpa kecuali, ikut bertanggung jawab menyebarkan, mengkomunikasikan serta menanamkan pilar-pilar Ardas KAJ di hati semua umat hingga ke tingkat yang terkecil. Itulah harapan dan tanggung jawab kita bersama. (Dimuat di Majalah WARNA edisi September 2011).

Heri Kartono, OSC

Kamis, 18 Agustus 2011

Paroki Santa Helena (17 Agustus 2011)




17 AGUSTUS DAN PESTA RAKYAT

Sambil menyanyikan lagu “Hari Merdeka” umat melambai-lambaikan bendera merah-putih kecil di tangan mereka. Suasana terasa meriah campur haru. Itulah sekilas Misa 17 Agustus 2011 di Paroki Santa Helena, Curug. Koor OMK (Orang Muda Katolik) dibantu grup Orkes Keroncong pimpinan pak Ade Hidayat dari Bonang, turut meramaikan misa kemerdekaan tersebut.

Dalam misa kali ini, ada yang agak lain dari biasanya. Setelah pembacaan Injil, pastor Paroki menyampaikan bahwa pemberi renungan adalah seorang awam, yaitu Bapak Lawrence Tjandra, seorang pengamat sosial. “Topik kali ini agak khusus, jadi seorang pengamat akan lebih kena dalam memberi renungan”, begitu pastor Paroki memberi alasan.

Lawrence Tjandra, yang bekerja di bidang Public Relations, memberi ulasan menarik tentang kondisi bangsa kita. Dengan contoh-contoh yang gamblang, Lawrence menyadarkan umat bahwa bangsa kita seolah-olah hebat dan besar namun keropos. “Hampir semua bidang penting seperti air, komunikasi, per-bank-an dikuasai pihak asing!”, ujarnya lantang. Lawrence mengajak umat untuk turut peduli pada nasib bangsa dan menggali nilai-nilai luhur bangsa kita, bukannya malah membanggakan nilai-nilai bangsa lain.

Selesai memberi renungan, secara spontan umat memberi aplaus dengan tepuk tangan panjang. Atas kejadian tersebut, pastor Bobby yang memimpin Misa memberi komentar: “Selama bertahun-tahun saya berkotbah, tak pernah saya mendapat tepuk tangan. Tapi, pak Lawrence ini baru pertama kali berkotbah, langsung mendapat tepuk tangan meriah!!”, ujar Pastor Bobby disambut tawa umat.

Sesudah Misa, acara dilanjutkan dengan Pesta Rakyat di Plaza Gereja. Panitia menyediakan aneka macam jajanan dan minuman rakyat seperti Ubi goreng, Kacang Rebus, Jagung Rebus, Bakso, Wedang Jahe, Wedang Ronde. Coca Cola, Fanta dan Air Mineral-pun tersedia. “Kami perkirakan yang datang sekitar 300-an orang, tapi ini lebih dari 600 orang yang datang!”, keluh bu Betty yang mengkoordinir konsumsi. Beberapa orang memang gigit jari karena kehabisan makanan.

Umat yang telah mengambil makanan dan minuman, mencari tempat duduk yang diatur secara berkelompok. Sambil menikmati makanan-minuman, umat disuguhi musik keroncong dari atas panggung. Malam yang cerah dengan penerangan puluhan obor membuat suasana terasa nyaman. “Asyik sekali acara malam ini ya!”, celetuk seorang ibu sambil melahap bakso di tangannya. (Foto atas: Pak Lawrence Tjandra, jepretan pak Jo Hanafi).

Heri Kartono.

Sabtu, 30 Juli 2011

St.Helena Charity Golf Tournament




NYARIS TERJATUH DI ATAS PANGGUNG

Jenderal (Purn) Subagyo AS, asyik berduet di atas panggung. Dengan suaranya yang menggelegar, ia menyanyikan lagu Bojo Loro dari album Didi Kempot sambil berjoget. Jenderal Subagyo adalah salah satu peserta Santa Helena Charity Golf Tournament (28 Juli 2011). Tournament yang diikuti 107 peserta ini diadakan di Gunung Geulis Country Club, Bogor. Para peserta terdiri atas pengusaha, pelaku bisnis, eksekutif perusahaan dari wilayah Jabodetabek.

Total hadiah Hole in One senilai satu milyar rupiah. Sementara itu, disediakan juga aneka macam hadiah Door Prize seperti Stick Golf, BlackBerry, TV dll. Door Prize utama adalah satu unit Mobil Xenia. Acara dimulai pada jam 07.00 pagi hingga menjelang sore.

Tournament Golf bergengsi ini diadakan dalam rangka pencarian dana untuk melanjutkan pembangunan Gedung Pelayanan Pastoral St.Helena. Bapak Franciscus Chandra, ketua panitia, mengungkapkan bahwa acara ini disiapkan dengan sungguh-sungguh sejak beberapa bulan yang silam. Kendati tidak semuanya berjalan sesuai rencana, namun penggalangan dana ini dinilai sukses. Bu Lucia dan Pak TjeTje, anggota panitia, menyatakan kepuasannya atas program ini. Sementara itu, ibu Suanning menjelaskan bahwa panitia berhasil mengumpulkan dana yang cukup memuaskan.

Tournament Golf sendiri berakhir tengah hari. Sesudahnya acara dilanjutkan dengan makan siang bersama dengan suguhan live music. Artis Chicha yang pernah menjadi Runner Up AFI Junior turut memeriahkan suasana. Penampilan Chicha dengan lagunya To Love You More (Celine Dion) dan Biru (Vina Panduwinata) langsung menghangatkan suasana. Disela-sela acara hiburan itu, dilakukan lelang lukisan dan karpet serta pembagian Door Prize. Yang beruntung memenangkan Door Prize utama (mobil Xenia) adalah bapak Farjumzal, peserta golf dari Cilegon.

Keseluruhan acara dipandu oleh Rosa Fitria atau lebih populer dengan panggilan Ocha. Finalis Stardut asal kota Malang ini dibantu seorang Pembawa Acara setempat. Ocha yang pernah menjadi runner up Pop Singer Pelajar Nasional ini, mampu membuat hadirin senyum-senyum dengan komentar-komentar jenakanya. Selain menjadi pemandu acara, Ocha juga beberapa kali melantunkan lagu. Saat menyanyikan lagu Keong Racun, Ocha berjingkrak-jingkrak mengikuti irama lagu. Saking semangatnya, Ocha nyaris terjungkal di atas panggung sampai 3 kali. Rupanya Ocha lupa, dengan sepatunya yang memiliki hak super tinggi, mustinya ia berjalan dengan tenang dan hati-hati, bukannya jingkrak-jingkrak….!! (Heri Kartono)

Foto 1: Jenderal (Purn) Subagyo AS sedang berduet. Foto 2: Rosa alias Ocha.

Heri Kartono (dimuat di Majalah HIDUP edisi 21 Agustus 2011).

Selasa, 26 Juli 2011

Jadwal Misa dan Alamat St.Helena, Curug.




Jadwal Misa di Paroki St.Helena, Curug.

Week End:

Sabtu Jam 17.30

Minggu Jam 07.00; jam 09.00 dan jam 17.30

Misa Harian:

Senin s/d Sabtu jam 06.00 pagi.

Misa Jumat I: Jam 19.00

Misa di Kapel Bonang: Jumat II & IV jam 19.30


ALAMAT KAMI

Gereja St. Helena

Jln. Permata Kasih VI

Blok C12 No. 1, Taman Permata

Lippo-Karawaci-Tangerang 15810

Telp 021-55657370

Untuk Mencapainya, jika bawa kendaraan dari arah Jakarta lewat TOL ARAH TANGERANG/MERAK:

1. 1... Exit KARAWACI.

2. 2... Ambil Lippo Sentral.

3. 3... Melewati UPH.

4. 4... Melewati Mc.Donald & Hotel Imperial Aryaduta.

5. 5... Melewati RS.Siloam (RS-nya di sebelah kanan).

6. 6... Melewati Wihara Budha/ Sekolah ATISA.

... B....Langsung Belok Kiri, Tanya pak Satpam

.... ......(Jarak dari Exit Tol ke Gereja, sekitar 1 Km)

..

Sabtu, 16 Juli 2011

Poco-poco (Paroki St.Helena)





CAYA-CAYA DAN POCO-POCO DI HELENA

Seratus limapuluh orang bersenam ria di Plaza Gereja Santa Helena, Sabtu pagi (16 Juli 2011). Senam Aerobik, Poco-poco dan Caya-caya satu demi satu dimainkan dengan panduan grup Ella Dancers. Acara senam massal ini dilaksanakan sebagai pembukaan rangkaian acara Pesta Nama dan Pesta Paroki St.Helena.

Wilayah Curug yang menjadi panitia menyediakan 24 hadiah/doorprize yang dibagikan pada akhir senam. Hadiah paling menarik adalah sebuah perangkat Black Berry. Semua hadiah berasal dari para sponsor, yaitu: Mayora Group, Hypermart; Cikarang Water Boom dan Rekso Country Choice. Salah satu sponsor, yaitu Bank Mayora, sekaligus membuka stand di tempat. Orang yang membuka rekening, mendapat pelbagai hadiah dan cash back senilai Rp 200 ribu. Seorang anggota PDKK langsung membuka 5 rekening sementara pak Nico ikut “menangkapi” orang untuk buka rekening di Bank Mayora. “Jangan-jangan pak Niko mendapat komisi!”, bisik seorang ibu setengah bergurau.

Sejak jam 04.30 pagi, panitia sudah menyiapkan segala sesuatunya untuk keperluan senam. Acara dimulai pada jam 07.15 dengan doa disusul sambutan dari Pastor Paroki dan Ketua Panitia. Pastor Paroki menyampaikan penghargaan serta pujian atas inisiatif acara tersebut sambil juga mengucapkan terima kasih atas dukungan pelbagai pihak. Kemudian secara simbolis Piala bergilir yang tahun lalu direbut wilayah Permata, diserahkan pada Panitia pesta nama.

Acara senam berlangsung meriah. Sekali-kali terdengar teriakan bersemangat atau tepuk tangan. Semua berkeringat sesudah jingkrak-jingkrak selama satu setengah jam. Sesudahnya, semua mendapat beberapa jenis minuman gratis dari sponsor. Sekitar 10 fotografer dari St.helena Fotografer Club ikut meramaikan dan mengabadikan kegiatan ini. Selesai acara, seorang nenek dengan wajah penuh keringat bertanya: “Pastor kapan acara ini diadakan lagi?”. Tidak jelas apakah nenek ini memang senang senam atau senang menerima pelbagai hadiah sponsor. Yang pasti, beberapa yang hadir seperti Pak Effendi, pak Liem dan bu Ani sepakat untuk meneruskan acara gembira ini di masa datang.

Pesta Paroki sendiri akan berlangsung hingga 2 Oktober nanti. Telah disiapkan beragam perlombaan bagi segala lapisan umat, mulai dari anak-anak hingga dewasa, mulai dari Lomba mewarnai gambar hingga Futzal. Jadwal lengkap telah dipasang panitia dalam sebuah poster raksasa di halaman depan gereja.

Heri Kartono. (Foto2 jepretan pak Andi Singgih)